Secangkir Cokelat Panas (Part 9)

--Scene 19-- Ich Vermisse Dich

Tidurku tidak nyenyak. Aku terlalu antusias akan bertemu Tommy. Seperti anak kecil yang dijanjikan orangtuanya ke toko sepatu keesokan harinya untuk membeli sepatu sebagai ganti sepatu yang telah usang. Mungkin aku terlalu menaruh harapan pada perjumpaan kami. Hati kecilku berharap dengan bertemu dan berbincang dengan Tommy bisa sama dengan mengganti sepatu usang dengan yang baru. Menambal hatiku yang terlanjur koyak dengan kepingan yang dibawa Tommy.

Kutarik jam tanganku di meja samping tempat tidur. Jam 6 pagi. Mataku masih berat. Kepalaku pun berdenyut karena baru bisa tidur jam 1 dini hari ditambah sejam sekali terbangun. Tiba-tiba aku merindukan cokelat panas yang mampu menenangkanku.

Sambil bermalas-malasan, kulihat-lihat kembali foto-foto di kameraku. Mataku tertambat pada foto terbaru yang kujepret semalam. Pemandangan kota Frankfurt dari puncak Main Tower. Salah satu gedung pencakar langit di Frankfurt. Tingginya mencapai 200 meter. Dulu Tommy pernah menjanjikanku menikmati Frankfurt di kala malam dari atas Main Tower karena aku penyuka gemerlap lampu saat malam tiba. Semalam aku membuktikan betapa indahnya Frankfurt di malam hari. Tapi ada yang kurang. Tommy. Keindahan itu menjadi semu dengan kehampaan yang ditinggalkan Tommy.

Jam 7 pagi. Mengapa lama sekali rasanya waktu berjalan menuju jam 2 siang. Aku akan berjalan-jalan lagi menyesatkan diri agar tidak terlalu memikirkan pertemuan nanti.

Udara Frankfurt saat musim semi ini begitu menyegarkan. Sejuk. Membuatku semangat berkeliling kota. Aku membaca peta yang kudapat dari Markplatz. Sebuah tempat lapang di tengah kota yang dikelilingi bangunan klasik yang salah satu bangunannya difungsikan sebagai pusat informasi. Di tempat itulah pelancong sepertiku bisa mendapat peta gratis.

Aku tertarik mengunjungi Eiserner Steg atau Jembatan Besi yang lebih dikenal Jembatan Gembok Cinta. Ini jembatan khusus pejalan kaki yang melintasi sungai Main. Jembatan ini menghubungkan Römerberg dan Sachsenhausen. Aku mengagumi tenang dan jernihnya air sungai Main dari atas jembatan sepanjang 400 meter ini.

Aku menyusuri jembatan yang konon kabarnya dilintasi 10 ribu orang setiap hari. Lagi-lagi aku mengetahui hal ini dari Tommy. Kupandangi gembok-gembok yang dipasang di besi penyangga jembatan. Gembok-gembok ini digrafir dengan nama pasangan atau tanggal peresmian hubungan mereka. Aku tidak tahu sejarahnya sampai banyak orang mempercayai dengan memasang gembok ini berarti pula menggembok cinta mereka.

Aku tergelitik bertanya-tanya bagaimana bila ternyata hubungan sejoli itu kandas? Apakah mereka akan membongkar gembok yang sudah dipasang? Mungkin bisa jadi peluang usaha baru di jembatan yang dibangun tahun 1868 ini. Menyewakan gergaji besi untuk memotong gembok. Ah sudahlah.

Jantungku berdegup kencang saat jarum pendek di jam tanganku menunjuk angka 2 sementara jarum panjangnya di angka 12. Tidak sulit menemukan Ebert's Suppenstube di Freßgass. Freßgass adalah nama jalan khusus pejalan kaki yang berada di antara Börsenstraße dan Opernplatz di pusat kota. Ebert's Suppenstube adalah sebuah restoran yang menu andalannya saat makan siang adalah aneka sup dan salad dan tentu saja German Bratwurst. Sosis khas Jerman. Sayangnya aku tidak lapar. Tadi aku menyempatkan mencicipi makanan tradisional Jerman di perjalananku ke sini. Saat hendak masuk, seorang pelayan bertanya apakah aku bernama Shareefa Indraguna. Mungkin Tommy yang berpesan. Lagipula dengan wajah asiaku, tak sulit rasanya bagi pelayan itu untuk mengenaliku.

Pelayan itu mengantarku ke sebuah meja di sudut. Tapi tidak ada Tommy. Di mana dia? Pelayan pun tidak mengetahui ke mana Tommy. Tadi Ia melihat Tommy duduk di sini. Di meja hanya ada secangkir cokelat panas. Hey apa itu? Selembar tissue tertindih cangkir sebagian. Ada tulisan yang tak asing bagiku. Tulisan tangan Tommy. Kutarik tissue itu dan kubaca: Ich vermisse dich.

(To be Continued)




Comments

Popular Posts