Secangkir Cokelat Panas (Part 5)

--Scene 13-- Buku Cetakan Pertama

Kami makan siang di sebuah kafe outdoor. Aku memilih kursi di bawah pohon rindang.

Sambil menunggu pesanan kami datang, Tommy menyodorkan sesuatu yang dibungkus kertas kado dan pita.

"Apa ini Tom?"
"Buka aja sendiri. Mudah-mudahan kamu suka ya".

Tak sabar aku langsung membukanya. Mataku terbelalak saat melihat isinya.

"Tom, serius kamu ngasih aku ini? Aku suka banget!".

Tommy memberiku novel klasik Inggris yang ditulis oleh Emily Brontë di tahun 1847, Wuthering Heights, cetakan pertama. Wuthering Heights mengisahkan cinta yang tak sampai antara Heathcliff dan Catherine Earnshaw karena perbedaan status sosial. Ketika Catherine yang sangat dicintainya memutuskan  menikah dengan Edgar Linton yang merupakan saingan Heathcliff sejak kecil, Heathcliff pun melarikan diri dan kelak kembali sebagai pria kaya dan berpendidikan. Lalu Heatcliff mulai menyusun rencana pembalasan dendam kepada keluarga Earnshaw dan Linton, yang diyakininya telah menghancurkan hidupnya.

"Kamu dapet buku cetakan pertama ini di mana?".
"Sehari setelah kedatanganku di Jerman, Frankfurter Buchmesse digelar. Aku inget kamu pernah bilang suka banget sama novel Wuthering Heights dan nyari cetakan pertamanya".

Frankfurter Buchmesse atau Frankfurt Book Fair adalah pameran buku terbesar di dunia yang digelar pada bulan Oktober setiap tahunnya.  Beruntung sekali Tommy bisa mengunjungi ajang yang diikuti ribuan exhibitor, ratusan agen buku, jurnalis dan blogger dari 100-an negara.

"Kok kamu masih inget sih aku pernah bilang gitu?".
"Aku akan selalu ingat semua perkataanmu, baik lisan maupun tersirat Sha". Entah kenapa aku melihat sorot mata sedih dari mata Tommy meski Ia tersenyum sambil menggenggam tanganku.



--Scene 14-- Tiket Konser

Satu jam makan siang bersama Tommy rasanya singkat. Kalau boleh, aku ingin terus bersamanya.

Sesampainya di kantor, aku membuka-buka novel Wuthering Heights. Hey apa ini di sela-sela halaman buku. Dua tiket kelas VIP konser Ariana Grande?

Kutelepon Tommy. Nada sambung berganti suara Tommy. Tapi bukan kata halo yang kuterima.
"Jadi, kamu mau ngajak siapa ke konser Ariana Grande? Kamu kan punya dua tiket", kata Tommy.
"Kamu tuh ya, selalu aja bikin aku terkejut. Untung kejutannya manis", jawabku.
"Kalo aku mau ajak kamu, kamu mau nggak?", tambahku.
"Boleh aja sih, meski aku nggak tau lagu-lagunya Ariana Grande hahahaha".
"Aku jamin kamu bakal suka deh. Kalo gitu jemput aku besok sore jam pulang kantor ya".
"Siap tuan putri. Sesuai titah baginda", jawab Tommy.



--Scene 15-- Batal Nonton Konser

Usai meeting dengan klien jam 2 siang, ada notifikasi pesan singkat dari Tommy:
Schatzie, maafin aku. Kamu ajak temen kamu aja ya untuk nonton Ariana Grande. Aku nggak enak badan. Sekali lagi maaf.

Tommy sakit. Sakit apa ya? Kubalas pesannya:
Kamu sakit apa? Kamu di mana sekarang? Mau aku bawain sesuatu?

Tommy membalas:
Kayaknya cuma masuk angin. Aku kurang istirahat. Nggak usah bawain aku apa-apa. Besok juga paling udah sembuh. Have fun dear :*

Aku bimbang antara nonton konser atau jenguk Tommy. Ok, aku jenguk Tommy saja. Dua tiket Ariana Grande kuberikan pada Ria dan Susi teman kantor.

Pulang kantor, aku bergegas ke rumah Tommy di daerah Kemang. Baru saja aku sampai di depan rumah Tommy, si pemiliknya mengirimiku pesan singkat:
Kamu udah sampe? Sama siapa akhirnya ke konser Ariana Grande?

Kubalas:
Aku udah sampe. Di depan rumah kamu.

Tidak lama Tommy keluar dari rumahnya dan membukakan pagar untukku.

"Kok kamu malah ke sini sih? Trus gimana konsernya?", Tommy memberondongku dengan pertanyaan.

"Aku pengen bikin kejutan buat kamu. Itu aja", jawabku santai

Tommy memicingkan matanya menatapku. Lalu Ia menggelengkan kepalanya.
"Kelakuan. Ayo masuk".

Di ruang tamu kutempelkan punggung tanganku ke kening Tommy. Suhunya lumayan tinggi.
"Kamu demam? Udah ukur suhu kamu pake termometer? Punya nggak?".

"Iya agak demam. Udah kuukur tadi. 39 derajat celsius".

"Hah? 39 derajat? Tommy, kamu perlu ke dokter. Atau kalo nggak, kamu punya obat penurun panas nggak? Sekarang kamu tiduran aja di tempat tidur sana. Kamu punya apa aja di kulkas? Biar aku buatin kamu makanan".

"Hahahahahaha", Tommy tertawa.

"Kenapa? Ada yang lucu?", jawabku setengah kesal karena kekhawatiranku ditertawai.

"Maaf. Tapi kamu lucu kalo lagi panik gitu. Mirip mamaku", sekuat tenaga Tommy menahan tawanya.

"Reaksiku berlebihan ya?".

"Agak. Tapi nggak apa-apa. Tandanya kamu sayang aku".
"Ok aku ke kamarku. Kita lihat, kamu mau masakin aku apa dan seenak apa buatan kamu", tambah Tommy.

Aku membuka-buka isi kulkas. Ada ayam, wortel dan kentang. Kubuatkan Tommy sup ayam. Konon sup ayam sangat berkhasiat untuk memulihkan stamina orang yang sedang sakit.

Setelah matang, kubawakan sup ayam kreasiku ke kamar Tommy.
"Tom, ini sup ayam buatanku. Diabisin ya".
"Tom, kamu di mana?".

Tommy tidak ada di tempat tidurnya. Ah itu dia. Tommy di kamar mandi di dalam kamarnya. Kulihat Ia buru-buru membuat tissue ke tempat sampah.

"Kenapa Tom?", tanyaku.

"Nggak Sha. Aku nggak apa-apa. Kamu bikin apa? Sup ayam? Hmm pasti enak. Aromanya sedap sekali".

Tommy mulai menyendok sup ayam.
"Kamu jago banget bikinnya. Ini sup ayam terenak yang pernah kumakan".

"Tom! Hidung kamu berdarah!", aku teriak dan panik mencari tissue untuk menyeka darah Tommy.

"Tenang Sha. Aku emang suka mimisan. Ini pertanda aku kelelahan", Tommy menenangkanku.

(To be continued)

Comments

Popular Posts