Secangkir Cokelat Panas (Part 3)

--Scene 7-- Sunset

Sejak makan malam di emperan waktu itu, masih ada makan malam-makan malam lainnya yang kami lalui bersama. Lengkap dengan nonton di bioskop atau sekedar nonton dvd di rumah.

Di bulan ketiga aku mengenalnya, Ia mengajakku ke pantai. Tommy menyukai sunset. Ia bilang ingin menikmatinya denganku.
"Mengapa denganku?", tanyaku.
"Karena cuma sama kamu, aku ingin berbagi".
"Kenapa kamu suka sunset? Aku lebih suka momen saat matahari terbit. Membawa harapan baru. Membuat ceria karena dunia menjadi terang".
"Sunset itu penuh misteri. Meski saat sunset matahari terbenam, namun itu karena matahari memberi kesempatan bulan bersinar menerangi seisi bumi. Matahari memberi kesempatan bulan untuk dikagumi. Di situ lah kerendahan hati matahari terlihat. Ia tetap berpijar memberikan cahayanya pada bulan. Ia ingin bulan yang terlihat berguna menerangi malam, bukannya matahari, meski cahaya itu datangnya dari matahari. Aku belajar banyak dari sunset. Memberi tanpa terlihat", jawab Tommy.
Aku meresapi tiap kalimat dari mulut Tommy. Dan di sini lah aku. Di pinggir pantai menunggu sunset.

Saat matahari mulai terbenam, Tommy menggenggam kedua tanganku.
"Kali ini aku rela kehilangan momen sunset. Aku lebih tertarik melihat dua mata indahmu. Mata yang sanggup membuatku merasa kehilangan saat kamu nggak muncul di kedai kopi pagi hari. Mata yang membuatku memikirkanmu setiap hari. Mata yang bila aku memandangnya, serasa aku melihat ketulusan hati pemiliknya. Mata yang ikut berbinar setiap kali pemiliknya bercerita".
Aku seperti kehabisan nafas mendengar penuturan Tommy.
"Shareefa Indraguna, aku mencintaimu. Apakah kau merasakan yang sama?".
"Aku.. Aku bukan penikmat cokelat panas pada awalnya. Namun mengenalmu seperti menyesap cokelat panas. Penuh kehangatan dan ketenangan. Aku juga lebih suka sunrise dibanding sunset. Tapi bersamamu membuatku mengerti makna sunset. Ini adalah sunset terindah pertamaku dan aku ingin mengalami sunset terindah lainnya setiap hari".
"Apa itu artinya kamu juga mencintaiku Sha?".
"Iya. Berarti kita sah pacaran ya?", tanyaku.
"Kan aku cuma bilang mencintaimu bukan berarti ngajak pacaran", kata Tommy.

Tommy dan aku lantas tertawa bersama. Tommy pun memelukku erat.
"Ini proses jadian yang agak aneh menurutku", kataku setengah berbisik.
"Lagian kamu sih. Harusnya kan aku yang bilang kita sah pacaran", jawab Tommy pura-pura kesal.
"Apa bedanya kalo kamu atau aku yang bilang, karena kenyataannya kita emang saling suka".



--Scene 8-- Malam Penghargaan

"Sha, jangan lupa ya nanti malam kamu harus hadir di acara penghargaan karena tim kita menang", bosku mengingatkanku.
"Ok mas", jawabku singkat.
Aku sudah tidak tahan untuk menelepon Tommy untuk memastikan dia jadi menemaniku ke malam penghargaan bagi insan periklanan yang bergengsi.

"Halo Sha, kamu pasti mau ngingetin aku soal acara nanti malam ya kan?", Tommy langsung mengatakan hal yang ingin kukatakan.
"Hehe iya Tom. Jam 6 ya jemput aku di apartemen soalnya bentar lagi aku pulang. Bosku ngasih dispensasi untuk semua karyawannya pulang cepet siang ini abis makan siang".
"Iya. Tunggu aku ya".

Aku masih mematut-matut diriku di depan cermin. Untuk ke sekian kalinya aku mengecek makeup dan gaunku yang berwarna biru laut. Kulihat jam dinding. Sudah jam 6 sore dan belum ada kabar dari Tommy. Aku sudah meneleponnya 5 kali tapi tidak ada jawaban. Ok kuberi dia tambahan waktu 15 menit.

Jam 6 sore lewat 15 menit. Di mana kamu Tommy. Kuketik pesan singkat keenamku. Aku memutuskan naik taksi saja tanpa Tommy. Padahal aku ingin sekali menggandengnya, orang yang saat ini begitu berarti bagiku, ke acara yang berarti bagi karirku.



--Scene 9-- Permintaan Maaf

Pagi ini aku melangkah enggan ke kantor. Masih belum ada kabar dari Tommy sejak kemarin siang. Pintu lift terbuka di lantai 11. Kantorku. Hei siapa yang menaruh gelas kertas dari kedai kopi langgananku di depan pintu lift. Untung tidak terinjak olehku. Kuangkat gelas itu. Hangat.

Aku berjalan sambil membawa gelas kertas hangat. Oh rupanya Putri belum datang. Padahal sudah jam 9. Tapi di meja resepsionis sudah ada gelas kertas dari kedai kopi langgananku. Gelas kedua yang kutemui. Aneh. Kutaruh gelas yang kubawa di samping gelas di meja resepsionis. Dua-duanya kubuka tutupnya. Ternyata isinya sama-sama cokelat panas.

Kutinggalkan gelas-gelas itu di meja resepsionis. Aku sedang berjalan di selasar menuju mejaku saat mataku melihat sesuatu. Oh tidak. Gelas kertas lagi. Gelas ketiga itu kutemukan di atas karpet. Kubuka lagi tutupnya dan sama seperti dua gelas sebelumnya. Cokelat panas.

Begitu tiba di kubikelku, aku mendapati dua gelas kertas berisi lagi-lagi cokelat panas. Ada secarik kertas di bawah gelas.

Dear Sha,
Aku minta maaf atas kelakuanku kemarin. Aku tau kamu kecewa, sedih dan marah. Coba kamu ke tempat kamu menemukan gelas kedua pagi ini.
Tommy

Aku langsung ke meja resepsionis. Putri masih belum datang. Tapi ada Tommy. Tetap dengan senyumnya yang khas. Kuhampiri dia.

"Hai Sha. Aku minta maaf".
"Apa penjelasan kamu soal kemarin?", tanyaku.
"Seorang sahabatku terkena musibah kecelakaan. Aku langsung ke Rumah Sakit menemuinya. Sayangnya hapeku ketinggalan di kantor. Aku baru ingat janji kita pas udah jam 9 malam. Aku mau menelepon kamu menggunakan hape teman tapi nggak jadi. Aku nggak mau merusak malam bahagiamu bersama teman-temanmu. Aku menebak semalam ada acara kumpul-kumpul untuk merayakan kemenangan, ya kan? Aku memutuskan minta maafnya pagi ini".
"Tapi kenapa ada lima gelas kertas berisi cokelat panas?", tanyaku.
"Gelas pertama untuk permintaan maafku karena tidak mengabarimu. Gelas kedua untuk tidak mengangkat teleponmu. Gelas ketiga untuk tidak membalas pesan singkatmu. Gelas keempat karena tidak di sampingmu saat malam penghargaan. Gelas kelima untukku agar bisa menemanimu menghabiskan empat gelas cokelat panas".
Mau tidak mau aku tersenyum mendengar penjelasannya. Aku pun memaafkannya. Entah kenapa aku tidak bisa berlama-lama kesal sama Tommy.
"Ok aku maafin kamu. Tapi jangan diulang lagi ya. Aku ga mau kembung gara-gara kebanyakan cokelat panas".
Lagi-lagi kamu tersenyum.
"Ngomong-ngomong ini ada yang aneh. Putri ke mana ya? Nggak biasanya dia belum nongol jam segini".
"Kamu jangan marah ya. Aku minta tolong Putri ngumpet biar kita ada waktu ngobrol berdua. Aku juga minta tolong Putri untuk nahan temen-temen kamu supaya ga ngerecokin kita. Mereka ada di ruang meeting".
"Astagaaaa kamu nekat ya Tom. Trus, kok kamu bisa pas banget naruh gelas-gelas kertas isi cokelat panas di lantai dan meja? Kalo yang keluar dari lift bukan aku, gimana?".
"Itu gampang. Aku koordinasi sama sekuriti di lobby bawah. Mereka ngasih tau aku pas kamu baru sampe di lobby".
"Trus kondisi temen kamu yang kecelakaan gimana?".
"Dia.. Dia udah membaik. Kaki dan tangan kanannya patah", Tommy sedikit tergagap.

(To be continued)

Comments

Popular Posts