Secangkir Cokelat Panas (Part 12)

--Scene 22-- Auf Wiedersehen Tommy

Sesekali Rommy menanyakan apa yang kubutuhkan. Ia tampak gelisah. Begitu pula aku. Rasanya ingin aku meminjam pintu ke mana saja milik Doraemon agar aku tak perlu berjam-jam di pesawat dalam perjalanan kami ke Jerman. Aku ingin segera melihat Tommy. Tommy yang hingga detik ini masih kucintai meski Ia pernah menyakitiku.

Tanda memasang sabuk pengaman sudah dimatikan. Aku pun melepaskan sabuk pengamanku. Kulihat Rommy yang duduk di sebelahku. Entah apa yang dipikirkannya. Matanya tampak melihat arah luar jendela. Rona wajahnya dipenuhi kekhawatiran.

Aku merogoh tas dan mengambil kotak plastik yg berisi tissue bertuliskan Ich vermisse dich. Tulisan Tommy. Kupeluk tissue itu seolah-olah aku memeluk Tommy. Sesaat aku mencium aroma parfum Tommy. Kupejamkan mata dan membayangkan senyumannya. Membayangkan awal perjumpaanku dengannya. Membayangkan kejutan-kejutan manisnya. Membayangkan pertama kali Tommy mencium lembut bibirku. Membayangkannya saja membuat rasa hangat seperti memasuki relung hatiku. Dua tahun mengenalnya tidak cukup bagiku. Aku ingin lagi dan lagi. Tommy seperti candu bagiku. Dalam hati kuberbisik, "Tom, tunggu aku".

Beruntung saat ditugaskan ke Jerman waktu itu, aku mengurus visa yang berlaku 90 hari. Aku tak bisa membayangkan bila waktu itu hanya mengajukan visa yang kurang dari dua minggu. Aku tak pernah membayangkan akan kembali ke Jerman secepat ini dan dalam keadaan cemas.

Rommy tidak banyak bicara. Aku pun tak ingin sering membuka mulutku. Hanya satu pintaku. Semoga Tommy diberi mukjizat untuk sembuh. Mataku kembali basah.

Setibanya di Frankfurt, Rommy langsung mengajakku ke Rumah Sakit dengan mobilnya yang diparkir di bandara. Aku mengabaikan jetlagku. Kulirik Rommy yg sedang menyetir. Aku terharu melihat perjuangannya demi saudara kembarnya. Ia rela terbang ke Indonesia untuk menjemputku demi Tommy.

Rommy menggandengku menuju ruang perawatan Tommy agar langkahku bisa lebih cepat. Rommy membuka pintu kamar Tommy. Seketika aku membeku seperti patung. Tidak, bukan ini pemandangan yang kuharapkan. Mengapa semua orang di kamar ini menangis. Rommy pun sama terkagetnya sepertiku. Tommy terbaring di ranjang sepertinya sedang tidur. Mamanya Tommy, Tante Elza, menangis sambil menggenggam tangan Tommy. Sementara papanya Tommy, Om Beno, memeluk pundak Tante Elza, sambil menangis juga.

"Mutti, Bapak, was ist los mit ihm?", tanya Rommy sambil berlari mendekati ranjang Tommy.

"Tommy, Tommy sudah meninggalkan kita Rom", jawab Om Beno.

Oh Tuhan. Apakah tidak salah pendengaranku? Apakah benar Tommy sudah... Ah aku tidak kuasa mengatakan Tommy sudah meninggal. Lututku lemas. Mataku berkunang-kunang. Aku hampir terjatuh. Untung Tante Elza cepat datang memelukku. Kami berdua menangis bersama.

Katakan ini mimpi Tuhan. Bangunkan aku segera kalau memang benar ini mimpi. Aku memandangi wajah Tommy. Penuh kedamaian. Ada senyum kecil tersungging di bibirnya. Aku tahu Ia sudah tidak merasakan sakitnya lagi. Aku tak bisa membayangkan betapa berat hebat sakit yang dideritanya dan disembunyikannya dariku selama ini. Kupeluk sekali lagi tubuhnya yang kaku. Pelukanku tidak bersambut. Kucium keningnya untuk terakhir kali sebelum perawat membawa jasadnya pergi untuk dibersihkan. Mataku basah. Aku tak pernah membayangkan hal ini. Aku begitu kehilangan. Ada sesuatu yang hilang dari hatiku dan rasanya menyakitkan. Seperti diambil paksa. Sesuatu yang diambil itu meninggalkan ruang hampa dihatiku. Kulihat Tante Elza meronta-ronta dari pelukan Om Beno yang mencoba menahan agar Tante Elza tidak menghalangi tugas para perawat. Om Beno tampak tegar meski aku tahu Ia terluka. Kehilangan. Rommy? Di mana Rommy?

Ternyata Rommy ada di depan kamar Tommy. Ia duduk di kursi yang ada di lorong. Kuhampiri dia.

"Kenapa Tommy tidak menungguku? Kenapa Tuhan mengambilnya secepat ini?", Rommy bergumam.

"Entah Rom. Kuharap aku punya jawabannya".

"Sha, maafkan Tommy ya? Atas nama Tommy, aku minta maaf padamu. Ia tak pernah bermaksud membohongi bahkan menyakitimu. Ia hanya ingin melihatmu tersenyum dan melanjutkan hidupmu. Dia bahkan nggak pernah mencintai perempuan lain sebesar cintanya padamu. Aku sangat mengenalnya". Rommy berkata sambil menatap mataku lekat-lekat. Sesaat aku melihat tatapan khas Tommy. Bahkan sesaat aku merasa Tommy yang sedang berkata padaku. Bukan Rommy.

Aku tak sanggup menjawab. Tangisku pecah. Rommy memelukku.

(To be Continued)


Terjemahan:
Auf wiedersehen -> sampai jumpa
Was ist los mit ihm? -> apa yang terjadi padanya?











Comments

Popular Posts