Daun Kering

Aku berjalan tergesa menapaki trotoar. Tujuanku cuma satu. Tiba di kantor tepat waktu. Bukan karena takut terlambat. Aku hanya tak suka terlambat. Terlambat membuatku bekerja terburu-buru. Padahal aku menyukai proses dalam pekerjaanku. Aku menikmati seninya. Kalau terlambat apa yang bisa kunikmati? Deadline-ku ketat. Aku butuh ruang untuk menikmati terpacunya adrenalin untuk membuat karya yang terbaik. Bukan adrenalin terburu-buru karena terlambat.

Begitu tergesanya aku berjalan. Flat shoes favoritku hingga berderap seperti prajurit. Di musim kemarau seperti ini banyak sekali daun berguguran. Apakah teriknya matahari membuat dedaunan lekas mengering dan akhirnya jatuh ke tanah? Atau memang daun-daun ini sudah waktunya menua. Kering. Lalu mengalah pada daya gravitasi. Entahlah. Yang jelas ayunan kakiku saat melangkah menyibak gerombolan daun kering. Kadang menginjak mereka.

***

Aku tergeletak tak berdaya. Tubuhku lunglai. Terkulai lemah di atas trotoar. Ingin aku memanggil siapa saja yang kiranya bisa mendengar suara parauku. Tapi yang keluar dari mulutku hanya lenguhan kecil yang mungkin semut saja tak bisa mendengarnya.

Kutengok gerombolan di sebelahku. Sama tak berdayanya denganku. Mataku dan mata mereka beradu pandang. Saling berujar tanpa suara. Saling mengerti makna yang tak terucap. Memahami arti pandangan penuh isyarat. Mereka sama ketakutannya denganku. Menanti nasib.

Tiba-tiba di kejauhan kulihat seorang perempuan berjalan tergesa. Kakinya indah mengayun pasti. Inikah akhir kisahku? Kisah yang selalu kubanggakan saat aku masih bisa pongah.

Perempuan itu semakin dekat. Oh tidak. Gerombolan di sebelah kananku akan selamat karena perempuan itu mengarah padaku. Kuhitung dalam hati sambil kupejamkan mata. Lima, empat, tiga, dua, satu. Kreeeesss...

Aku limbung. Tubuhku terkoyak. Sesaat saat menghitung mundur, aku teringat masa jayaku bagai slide show. Saat aku masih hijau segar. Menjadi primadona. Aku menari gemulai dan tak jarang angkuh di antara sepoinya bayu. Aku lupa hijau segarku akan beralih tua dan kering. Aku lupa akan menjadi sampah yang mengotori trotoar di bawah.

Tubuhku meringan. Melayang bersama hembusan angin. Kulihat dari jauh, serpihan daun kering.

Comments

Popular Posts