Halaman Kosong

Kembali kutatap layar kosong laptopku. Entah ke mana hilangnya ide yang dulu dengan mudah kuperoleh. Jangankan ide. Layar pun hitam karena belum kunyalakan laptopku. Kugaruk kulit kepalaku yang tak gatal. Kujambak seraup rambut di bagian atas kepala. Kugaruk lagi kulit kepalaku. Kujambak lagi rambut seolah ide ada di bagian akar rambut yang siap terangkat bila kutarik dan muncul ke permukaan. Kuusap wajah dengan dua telapak tanganku. Aku mengumpat dalam hati. Kusalahkan diriku sendiri yang menjadi tumpul sejak.. Sejak.. 

Kubuka mataku perlahan. Sejurus kemudian kuedarkan pandanganku menyapu seluruh ruang kerjaku. Di mana benda itu. Aku mulai panik. Kubuka laci meja yang hanya ada satu di bagian tengah meja. Kubolak-balik isi laci. Hanya ada beberapa lembar kertas, brosur, dua stabilo kuning dan hijau, dan earphone. Oh tidak. Di mana kumenaruhnya. Aku benci bila harus mengingat-ingat. Berdiri dari kursi, kuhampiri lemari buku yang ada di seberangku. Kutarik buku-buku yang ada di tiap raknya. Tak ada. Di mana terakhir aku menyimpannya.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Disusul terbukanya pintu. Kepala Joshua muncul di sela pintu yang terbuka sedikit.
"Kamu baik-baik aja, Han?", tanyanya.
"I'm fine. Kamu nggak usah khawatir", sambil menjawab, kulengkungkan garis bibirku membentuk senyuman supaya Joshua yakin dan lekas pergi.
"Tadi kudengar seperti ada benda jatuh. Bukan kamu kan yang jatuh?"
"Bukan. Emangnya aku karung beras yang gampang jatuh? Cuma buku kok. Tadi nggak sengaja", jawabku ringan.
Seperti dugaanku, Joshua pun berlalu dan menutup kembali pintu sambil sedikit bergumam. Gumaman yang tak jelas namun aku jamin Ia mencemaskanku. Sangat tipikal Joshua. Kakakku satu-satunya itu memang pencemas. Bahkan sangat protektif padaku. Satu-satunya adiknya. Setidaknya untuk saat ini. Bukan saat dulu. 

Kuputuskan untuk menunda pencarianku yang sempat tertunda karena Joshua. Aku pun mematikan lampu ruang kerja dan melangkah ke dapur. Segelas susu hangat tampaknya cocok menemaniku sebelum tidur.

Sambil menyeruput susu yang masih mengepul, aku menyandarkan punggungku di tumpukan bantal di atas kasur. Kutarik selimut. Hangat dan nyaman di malam yang hujan seperti ini. Rintikan berganti guyuran. Tiba-tiba mataku menangkap benda yang kucari-cari tadi. Itu dia! Di meja rias di seberang tempat tidurku. Segera kusibak selimut. Tergopoh kuhampiri meja rias. Dengan kehati-hatian super ekstra seperti menggendong bayi baru lahir, kuraih benda itu.

Kembali ku duduk di atas kasur bersandar bantal. Kulihat benda itu dengan penuh kasih sayang. Sebuah bingkai putih berdesain bunga-bunga dari besi. Tampak dua perempuan di foto. Keduanya tampak bahagia saling memiliki. Mereka saling berpelukan dan tergelak lepas. Hamparan hijau ditumbuhi bunga tulip berwarna-warni menjadi latarnya. Salah satunya adalah aku. Yang satunya lagi adalah Sunny kembaranku. Di mana Joshua? Dia lah yang mengabadikan momen kala itu.

-bersambung-

Comments

Popular Posts